MARI bicara tentang hak politik perempuan
Tahun ini dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional tanggal 8 Maret 2023 dan Hari Kartini tanggal 21 April 2023, Sanggar Suara Perempuan melakukan serangkaian kegiatan dengan thema, “Embrace Equality” (Rangkullah keadilan).
Kegiatan-kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai Hari Perempuan Internasional dan Hari Kartini, meningkatkan pemahaman masyarakat tentang kesetaraan gender di berbagai aspek pembangunan serta meningkatkan pengetahuan dan pemahaman perempuan terkait perlindungan dan penegakan hak-hak perempuan termasuk hak politik perempuan. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah dialog publik bersama perempuan potensial pada tanggal 13 Maret 2023 dengan dukungan Brot Fur die Welt (BFdW) Jerman melibatkan perempuan-perempuan potensial dari wilayah dampingan SSP dengan thema, ‘Mari bicara tentang perempuan dan hak-hak politik perempuan”. Dalam dialog ini, SSP menghadirkan dua narasumber yakni Bapak Pdt. Yan. Y.O.O Leymani, S.Th, ketua majelis Mollo Barat yang menyampaikan materi, “Tinjauan theologis tentang hak politik perempuan” dan Ibu Gadrida Rosdiana Djukana, SH, MH jurnalis media online menyampaikan materi tentang, “Perempuan dan hak-hak politik perempuan”. Berbicara tentang hak-hak politik perempuan, tidak dipungkiri hingga saat ini, masih ada anggapan bahwa perempuan tidak cocok dan pantas untuk ada di parlemen. Padahal Hak politik perempuan merupakan amanat undang-undang tentang politik afirmasi kuota 30 persen keterwakilan perempuan di parlemen. Oleh karena itu melalui dialog yang dilakukan dan melalui materi-materi yang disampaikan oleh kedua narasumber, diharapkan dapat memberikan informasi, pengetahuan dan kesadaran kepada kaum perempuan tentang hak-hak politiknya. Bapak pendeta Yan Leymani dalam penyampaian materi mengajak semua peserta untuk bersama-sama melihat tujuan awal Tuhan Allah menciptakan manusia laki-laki maupun perempuan. Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan sama, segambar dan serupa dengan Allah. Kisah Debora dalam kitab hakim-hakim menjadi salah satu contoh bagaimana perempuan bisa dan mampu menjadi seorang pemimpin. Debora adalah hakim perempuan pertama di Israel yang penuh dengan hikmat dan urapan dari Tuhan. Selain kisah tentang Debora, Bapak Pendeta Yan Leymani juga menyampaikan peran-peran tokoh perempuan dalam alkitab dan di akhir materi Beliau menyampaikan agar perempuan terus memiliki keinginan untuk memperjuangkan hak-haknya serta berperan aktif dalam melakukan strategi-strategi yang tepat untuk mendukung pembangunan dan mampu memberdayakan orang lain. Ibu Ana Djukana dalam penyampaian materi, juga menampilkan data terkait dengan budaya patriarki di NTT yang masih sangat kental, hal ini terlihat dalam partisipasi perempuan di ranah public maupun politik yang sangat minim dan masih didominasi oleh laki-laki. Perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki termasuk hak politik dan hal ini termuat dalam Deklarasi Umum HAM yang mengatakan, “bahwa semua manusia dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak yang sama”. Aturan tertulis juga termuat dalam Konvensi Anti Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW), UUD 1945, UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM, Amandemen II UUD 1945, ketentuan tentang affirmative action diatur dalam Bab X A tentang Hak Asasi Manusia dan Pasal 28 H ayat (2) yang menyebutkan, “setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakukan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”. Secara tertulis dalam hukum pemerintahan tidak ada diskriminasi antara laki-laki dan perempuan. Tetapi kenyataan yang terjadi, budaya patriarki selama ini menempatkan perempuan pada posisi termajinalisasi dan terdiskriminasi sehingga dibutuhkan afirmasi action sehingga kita sebagai kaum perempuan dapat mengejar ketertinggalan. Melalui perjuangan demi perjuangan, saat ini ada perempuan yang menjadi pemimpin diruang publik. Posisi sebagai pemimpin perempuan bukanlah pemberian cuma-cuma tetapi melalui perjuangan panjang. Karena itu Ibu Ana Djukana berharap agar semua kaum perempuan dapat memanfaatkan kesempatan yang ada dan tetap menjaga semangat “sisterhood” dalam persaudaraan untuk tetap saling mendukung satu dengan lain. “Perempuan adalah Warga Negara Indonesia yang patut dihargai dan diakomodir dalam ranah public, mari merebut peluang yang ada, wujudkan Hak politik perempuan”. |